Thursday, September 12, 2019

Pasar Lenggok Oleh-Oleh Palembang

Lenggok, Pusat Oleh-Oleh Terlengkap di Kota Palembang

PALEMBANG,  – Bagi anda yang mencari berbagai macam oleh-oleh khas Palembang Lenggok Pusat oleh-oleh Palembang yang terletak di Jalan Kambang Iwak Palembang dapat menjadi salah satu pilihan. Karena Lenggok mengklaim sebagai pusat oleh oleh terlengkap.

Selain pusat oleh-oleh, anda juga akan dijamu dengan beragam kuliner khas nusantara, termasuk makanan khas Palembang yang banyak macamnya.
Menurut Rafi, Supervisor Lenggok Pusat Oleh-oleh Palembang mengatakan, jika outlet yang buka sejak 28 Juni 2017 lalu menyediakan beragam oleh oleh khas Palembang seperti pempek, kerupuk kemplang, berbagai kue basah khas Palembang, aseksoris, souvenir, kain songket, tas dan dompet khas Palembang serta masih banyak lagi yang lainnya.
“Kita menawarkan beragam oleh-oleh mulai dari harga Rp15 ribu sampai ratusan ribu seperti songket. Untuk pempek kita tawarkan dengan harga mulai dari Rp35 ribu,” kata Rafi saat ditemui kemarin.
Masih kata Rafi, selain menu pempek, pihaknya juga masih menawarkan beragam makanan nusantara seperti nasi lenggok, nasi kambing, nasi ayam kecap, soto kuali, berbagai menu sarapan pagi, minuman kesehatan dan lain lain.
“Kita mulai buka sejak pukul 07.00 WIB sampai pukul 23.00 WIB.  Buka setiap hari, kecuali hari Minggu buka mulai pukul 06.00 WIB,”tambahnya lagi.
 Selain menyediakan Oleh-oleh Nusantara, bagi yang ingin menikmati suasana tempat ini bisa santai di lantai 2. Karena di lantai 2 ini bisa santai sambil melihat lihat beragam Kain Songket, Jumputan serta lukisan serta suasana yang nyaman dan adem.
“Kita sengaja menghadirkan suasana seperti ini sehingga tamu yang datang merasa seperti di rumah sendiri, nyaman dan adem ,”tambahnya lagi.
Tak hanya itu, setiap minggu ada promo Car Free Day (CFD) di mana menu makanan sebungkus hanya Rp 10 ribu seperti pempek, burgo, lakso, nasi uduk serta lainnya. Bagi yang ingin
mengadakan acara pihaknya juga menghadirkan menu prasmanan mulai dari harga Rp70 ribu dengan beragam menu.
“Jadi bagi anda yang ingin menggelar acara, bisa juga memilih tempat ini untuk kegiatan anda,”katanya lagi.
Diakui Rapi, sejak opening akhir bulan lalu, respon pengunjung cukup bagus. Sudah banyak yang datang tamu tamu membeli oleh-oleh dan ada tamu dari luar kota menikmati kuliner di Lenggok.
“Kita berharap ke depan, Lenggok ini akan semakin ramai dikunjungin masyarakat dan dapat menjadi salah satu destinasi wisata dan pusat oleh-oleh di Palembang,”tandasnya. (Ofie)

Sentral Songket Ilir Barat I

PALEMBANG – Kehadiran Songket India mulai menarik perhatian konsumen untuk dikoleksi.
Meski belum meningkat secara signifikan, tapi geliatnya mulai dirasakan sebagai pesaing produk lokal yakni Songket asli Palembang.
Harga relatif murah dengan kualitas baik, jadi faktor utama kenapa Songket India diburu pembeli.
Bahkan mayoritas toko yang menjual Songket Palembang, kini sudah menjajakan Songket India itu, seperti di Komplek Ilir Barat Permai, Ramayana, Palembang.
“Jika dilihat sepintas, orang tidak bakal tahu kalau ini Songket India,” ungkap penjaga Toko AA ketika dibincangi Sripoku.com, Jumat (24/7/2015). Menurut keterangan penjaga toko itu, songket India didapatkan langsung dari Jakarta.
Motifnya bunga-bunga dengan satu warna yang mendominasi seluruh kain. Bentuknya langsung selendang, atau berbahan kain saja. Para pedagang kurang memahami kenapa disebut songket India.
Tapi oleh beberapa penjaja di toko, jika diamati motif kain dijual itu mirip yang dikenakan oleh pemain film-film India di televisi.
“Perlahan banyak konsumen yang beli songket pabrikan India,” ujar penjaga Toko AA lagi.
Satu potong songket India berukuran 80 centimeter dikali dua meter, dijual sekitar Rp 200 ribu.
Harga itu dianggap jauh lebih murah bila dibandingkan kain Songke Palembang yang dibanderol paling murah Rp 1 juta.
Bagi penjual, songket India laris karena bisa dibeli oleh masyarakat ekonomi berkecupun atau menengah ke bawah.
Dengan harga yang relatif murah, mereka bisa tampil cantik dengan kain yang kualitasnya tidak kalah seperti asli.
“Cocok dipakai pergi kondangan,” tambahnya.
Pedagang di Sentra Kerajinan Songket Asli Palembang, Kawasan 30 Ilir Tangga Buntung, Toko Hj Romla Fauzi mengakui, ada peralihan konsumen membeli songket India. Meski perubahan tersebut belum terlalu signifikan.
Menurut Adit, anak pemilik Toko Toko Hj Romla Fauzi, pihak tidak terlalu khawatir dengan hadirnya produk mirip Songket Palembang itu. Ia mengklaim Songket Palembang lebih unggul, dari sisi kualitas maupun harga.
“Songket India itu dibuat menggunakan mesin. Sedangkan Songket Palembang masih cara tradisonal. Namanya buatan tangan pasti lebih mahal dan berkualitas,” ungkapnya.
Dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk membuat Songket Palembang. Paling cepat satu bulan untuk satu songket saja.
Kondisi itu berbanding terbalik dengan songket India yang bisa menghasilkan banyak karena menggunakan tenaga mesin.
Adit tak tahu dari mana asal songket India itu berasal, makna motif dan kain yang digunakan. Apalagi mengetahui alasan kemunculan songket India yang mirip dengan Songket Palembang, sekedar kepentingan bisnis atau menyaingi budaya Palembang.
Ia hanya memprediksi songket-songket itu diproduksi langsung oleh negara asalnya dan diimpor. Atau, dibuat di Indonesia tapi menggunakan brand India.
“Sekarang kan momen pakaiannya Jodah, dengan unsur India yang lagi tren. Mungkin itu alasannya,” ujarnya Adit yang mempekerjakan 11 orang penenun.
Diakui Romla, Songket India sudah ada di pasar Palembang sejak 2012 silam. Namun gaungnya baru terasa di awal tahun 2015, sejak kemunculan tokoh dan film India di televisi.
Adit mengakui ketenaran Songket India mempengaruhi penjualan Songket Palembang, meski tidak secara signifikan.
“Ada penurunan 40 persen di tahun ini. Biasanya orang-orang banyak beli songket setelah lebaran untuk bingkisan, tapi tahun ini berkurang.
Tapi penurunan itu tidak semuanya disebabkan Songket India, walaupun ada tapi tidak begitu besar karena kami sudah ada pelanggan tetap,” ujarnya.
Adit membagi tips untuk warga Kota Palembang agar tak salah memilih, antara Songket Palembang dengan pabrikan India. Dimulai dari rajutan benang yang ada di kain tenun. Buatan tangan katanya,
“Susunan benang biasanya berantakan, sedangkan buatan pabrik akan terlihat lebih rapi. Perhatikan warna benang. Pada tenun yang asli, warna akan lebih berkilau dari yang tidak asli.” (bew/cr18)
Songket India (Tenun Mesin)
- Benang tenunan tidak rapat
- Lebih rapi
- Benang lebih kasar
Songket Palembang (Tenun Tradisional)
- Susunan tenun lebih rapat
- Benang lebih halus jika disentuh
- Kurang rapih

Rumah Makan Mbok Dal


Rumah Makan “Mbok Dal” Sajikan Masakan Khas Sumsel

PALEMBANG, – Ada kabar yang menggembirakan bagi para pencinta kuliner di kota Palembang dan sekitarnya, karena saat ini sudah dibuka Rumah Makan ”Mbok Dal” yang akan memanjakan lidah pelanggannya dengan menyajikan masakan khas propinsi sumatera Selatan, yakni pindang pegagan.

Adalah, H Rusdi pemilik rumah makan “Mbok Dal” yang berlokasi di Perumahan OPI Jakabaring, Pasar Induk Palembang. Ide membuka rumah makan tersebut berawal dari kehobian sang istri Hj. Dahlia yang suka memasak.
Tak tanggung-tanggung saat peresmiannya Jumat kemarin langsung dihadiri H Herman Deru Gubernur Terpilih Provinsi Sumatera-Selatan bersama Istri yang menyempatkan untuk menikmati menu Pindang Pegagan sajian Rumah Makan Mbok Dal.
Dalam pesannya H Herman Deru menyambut baik kehadiran rumah makan Mbok Dal. Menurutnya,  usaha kuliner ini dapat membangkitkan perekonomian masyarakat dan tentunya akan membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.
“Saya sangat mengapresiasi dengan dibukanya rumah makan inu. Hal semacam ini harus terus dikembangkan untuk mendongkrak pertumbuhan perekonomian masyarakat,” kata Deru.
Sementara itu pemilik rumah makan Mbok Dal H Rusdi kepada wartawan mengatakan, awalnya ide dan gagasan membuka Rumah Makan sudah diirancang empat tahun lalu. Istri saya hobby memasak kuliner salah satunya pindang pegagan ini.
“Setelah melalui berbagai proses dan pertimbangan yang matang, akhirnya pada Jumat, (30/8) kemarin saya mewujudkan untuk membuka rumah makan ini. Sajian khas kuliner ini yaitu masakan pindang khas pegagan,” katanya.
Lebih lanjut diceritakan H.  Rusdi, dirinya sengaja membuka bisnis kuliner yang menyajikan makanan khas daerah Ogan Ilir inu tak lain untuk melestarikan kuliner daerah yang hampir hilang.
“Dulunya pindang pegagan ini sangat terkenal di Palembang Provinsi Sumatera-Selatan, tapi saat ini sudah hampir hilang dan sudah banyak masyarakar yang tidak tahu, karena itu kita akan berupaya agar pindang pegagan ini dapat lebih terkenal lagi,” katanya. (tim)

Masjid Sultan Mahmud Badarudin II

Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II atau biasa disebut Masjid Agung Palembang adalah sebuah masjid paling besar di Kota PalembangSumatera Selatan.



Masjid ini dipengaruhi oleh 3 arsitektur yakni IndonesiaChina dan Eropa. Bentuk arsitektur Eropa terlihat dari pintu masuk di gedung baru masjid yang besar dan tinggi. Sedangkan arsitektur China dilihat dari masjid utama yang atapnya seperti kelenteng. Masjid ini dulunya adalah masjid terbesar di Indonesia selama beberapa tahun. Bentuk masjid yang ada sekarang adalah hasil renovasi tahun 2000 dan selesai tahun 2003.Megawati Soekarnoputri adalah orang yang meresmikan masjid raksasa Sumatera Selatan modern ini.
Masjid ini didirikan pada abad ke-18 oleh Sultan Mahmud Badaruddin II Jaya Wikrama. Saat ini, Masjid Agung Palembang telah menjadi Masjid regional di kawasan ASEAN. Terletak di kawasan 19 Ilir, dimana merupakan salah satu Kampung Asli Palembang dan Arab yang telah lama didiami. 


Masjid Agung Palembang merupakan salah satu warisan Kesultanan Palembang. Masjid ini dikenal sebagai pusat kota Palembang. Dibangun 1738-1748 oleh Sultan Mahmud Badaruddin II yang juga dikenal sebagai Sultan Mahmud Badaruddin Jaya Wikramo. Menutur beberapa orang masjid ini merupakan masjid terbesar di Indonesia pada zamannya.
Ketika pertama kali dibangun, istana ini meliputi lahan seluas 1.080 meter persegi (sekitar 0,26 hektar) dengan kapasitas 1.200 orang. lahan kemudian diperluas oleh Sayid Umar bin Muhammad Assegaf Altoha dan Sayid Achmad bin Syech Sahab dibawah pimpinan Pangeran Nataagama Karta Mangala Mustafa Ibnu Raden Kamaluddin. 
Dari 1819-1821, renovasi dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Setelah itu, ekspansi lebih lanjut dilakukan pada tahun 1893, 1916, 1950, 1970, dan terakhir di tahun 1990-an. Selama ekspansi pada 1966-1969 oleh Yayasan Masjid Agung, lantai kedua dibangun dengan luas tanah 5.520 meter persegi dengan kapasitas 7.750 orang. Selama renovasi dan pembangunan di tahun 1970-an oleh Pertamina, menara masjid pun dibangun. Menara dengan gaya asli Cina tersebut masih dipertahankan sampai sekarang. Masjid ini sangat khas dengan tradisi Palembangnya. Sebagian besar kayu yang terdapat di arsitektur masjid memiliki ukiran khas Palembang yang disebut Lekeur.

Saat ini, bangunan asli masjid ini terletak di tengah bangunan baru, diresmikan oleh Presiden kelima Indonesia, Megawati Soekarnoputri. 

Benteng Kuto Besak




Benteng Kuto Besak ialah benteng pertama di Indonesia yang dibangun oleh seorang raja, Sultan Mahmud Badaruddin I, untuk kepentingan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Benteng tersebut juga menjadi benteng pertama yang menggunakan bahasa lokal daerah setempat, tak seperti benteng di daerah lain yang menggunakan Bahasa Belanda. Benteng tersebut dibangun di antara empat sungai yaitu Sungai Musi, Sungai Sekanak, Sungai Tengkuruk, dan Sungai Kapuran. Ketika Perang Palembang pertama terjadi tahun 1821, tembok tembok benteng Kuto Besak tidak bisa ditembus oleh peluru. Susunan batu yang menjadi material tembok bangunan dengan panjang dan lebar nyaris 300x200 Meter membuat bangunan tahan dengan serangan.

Ketika penjajah kembali untuk peperangan kedua pada 1921, beberapa bagian benteng dihancurkan. Saat itu, penjajah datang dengan peralatan perang yang lebih lengkap. Pasca kehancuran benteng, tidak ada pihak yang berusaha memperbaiki benteng tersebut. Hingga pada tahun 2000an, pemerintah setempat melakukan upaya rekonstruksi beberapa bagian benteng yang bisa diselamatkan. Kini benteng tersebut berubah nama menjadi Plaza Kuto Besak, tempat masyarakat lokal menghabiskan waktu luang dengan beristirahat dai atas rumput hijau dan sambil memandang gerbang utama benteng dan aliran Sungai Musi. (JAR) Foto: Indonesia Travel

Pulau Kemaro


Legenda Pulau Kemaro, Tempat yang Dianggap 'Sangat Keramat Sekali'



Saya membaca sekilas kisah asal usul Pulau Kemaro itu pada Minggu yang lengas, 7 Oktober 2018, di dalam perahu ketek yang menyusuri Sungai Musi menuju pulau. Tak hanya kami yang hendak ke pulau, tetapi juga para pelancong lain. Panas terik rupanya tak menggoyahkan niat orang-orang berkunjung ke Pulau Kemaro.
Pulau Kemaro menjadi salah satu destinasi wajib di Palembang, Sumatera Selatan. Dengan bangunan kelenteng dan pagoda tinggi, daerah ini juga jadi tempat peribadatan etnis Tionghoa.
Kunjungan paling ramai saat perayaan Cap Go Meh. Tak hanya etnis Tionghoa dari Indonesia yang berdatangan, tetapi juga dari Tiongkok, Malaysia, dan Singapura.

Pulau Kemaro adalah sebuah delta atau daratan yang membentuk pulau di tengah Sungai Musi. Nama Kemaro berarti pulau yang tak pernah tergenang air. Luasnya sekitar 32 hektare, lokasinya sekitar 6 kilometer dari Jembatan Ampera dan sekitar 40 kilometer dari Kota Palembang.
Ada pagoda berlantai 9 yang menjulang di tengah-tengah pulau. Bangunan ini dibangun pada 2006. Selain pagoda, ada kelenteng yang sudah dulu ada. Klenteng Hok Tjing Rio atau lebih dikenal Klenteng Kuan Im dibangun pada 1962.
Di depan kelenteng terdapat makam Tan Bun An dan Siti Fatimah yang berdampingan. Dua sosok itu yang jadi tokoh utama legenda Pulau Kemaro.
Legenda setempat itu tertulis di sebuah batu di samping Klenteng Hok Tjing Rio. Syahdan, pada zaman dahulu datang seorang pangeran dari Negeri Tiongkok bernama Tan Bun An, hendak berdagang di Palembang.
Ketika meminta izin ke Raja Palembang, ia bertemu dengan putri raja yang bernama Siti Fatimah. Ia langsung jatuh hati, begitu juga dengan Siti Fatimah. Mereka menjalin kasih dan berniat untuk ke pelaminan. Tan Bun An mengajak Siti Fatimah ke daratan Tiongkok untuk bertemu orangtua Tan Bun Han.
Setelah beberapa waktu, mereka kembali ke Palembang. Bersama mereka disertakan pula tujuh guci yang berisi emas. Sampai di muara Sungai Musi, Tan Bun An ingin melihat hadiah emas di dalam guci-guci tersebut. Namun, alangkah kagetnya karena yang dilihat adalah sayuran sawi-sawi asin.
Tanpa berpikir panjang ia membuang guci-guci tersebut ke laut, tetapi guci terakhir terjatuh di atas dek dan pecah. Ternyata di dalamnya terdapat emas. Rupanya sayuran sawi-sawi asin itu untuk menutupi emas guna mengecoh para perompak.
Tan Bun An terjun ke sungai untuk mengambil guci yang sudah dibuangnya. Seorang pengawalnya juga ikut terjun untuk membantu. Tak kunjung muncul, Siti Fatimah menyusul dan terjun juga ke Sungai Musi, sambil berucap jika ada tanah tumbuh di tepi sungai itu maka di situlah kuburannya. Di Pulau Kemaro mereka bersemayam. 

Sejarah Penting Pulau Kemaro


Legenda Siti Fatimah tersebut seakan menenggelamkan sejarah penting yang terjadi di Pulau Kemaro. Bahkan, banyak warga Palembang yang tidak mengetahui tentang cerita sejarah yang terjadi di kawasan tersebut.
"Cerita Siti Fatimah itu hanya legenda, tidak ada bukti autentiknya. Bahkan, kita tidak tahu, siapa nama raja yang menjadi orangtua Siti Fatimah tersebut. Hanya disebutkan saja bahwa dia anak raja. Padahal, ada sejarah yang lebih penting yang dilupakan oleh warga Palembang," ucap sejarawan Sumatera Selatan, Ali Hanafiah beberapa waktu lalu.
Ia menuturkan, sejarah Pulau Kemaro terjadi saat masa pemerintahan Keraton Palembang Darussalam. Kemaro menjadi lokasi benteng pertahanan lapisan pertama yang dinamakan Tambak Bayo.
Ali menjelaskan benteng pertahanan Pulau Kemaro menjadi kunci penting masuknya kolonial Belanda ke Palembang. Para penjajah sangat sulit masuk ke Palembang karena kuatnya pertahanan di Benteng Tambak Bayo.
Dari tahun 1811, Belanda mengincar Benteng Tambak Bayo untuk ditaklukkan. Barulah pada 1821, Benteng Tambak Bayo dapat dihancurkan dengan tipu muslihat Belanda.
Saat itulah, Ali menambahkan, Belanda baru bisa masuk dan menyerbu pertahanan Palembang Darussalam. Saat Belanda berhasil menjebol Benteng Tambak Bayo dan menguasai Palembang, seluruh prajuritnya diberikan kenaikan pangkat dua kali lipat sebagai bentuk penghargaan atas jerih payah mereka.
Benteng Tak Tersisa
Bangunan Benteng Tambak Bayo tidak tersisa sedikit pun. Lantaran itulah, tak mengherankan bila kemudian sejarah perjuangan Keraton Palembang Darussalam terlupakan, bahkan dari warga Palembang sendiri.
"Tidak banyak yang tahu tentang sejarah Benteng Tambak Bayo tersebut. Padahal, sejarah itu sangat penting untuk mengetahui bagaimana kekuatan dari Keraton Palembang Darussalam berupaya menghalau penjajahan Belanda di Palembang," ujar Ali.
Pulau Kemaro sendiri dipilih sebagai lokasi pertahanan lapis pertama karena kawasannya tidak pernah terendam saat permukaan Sungai Musi sedang tinggi. Sedangkan kawasan lain selalu terendam air Sungai Musi, karena sebagian besar kawasan Palembang merupakan rawa air.

Desa Wisata Kampung Al-Munawar


Menelusuri Jejak Budaya Arab di Kampung Al Munawar


Kampung Al Munawar
Kota Palembang terdiri atas empat suku dominan, yakni Cina, Padang, Jawa, dan Arab. Karenanya, dulu pemerintah kolonial Belanda mengelompokkan tempat tinggal suku-suku tersebut dengan tujuan memudahkan pengawasan, seperti suku Cina di Kampung Kapitan dan suku Arab di Kampung Al Munawar.
Kampung Al Munawar, atau biasa disebut juga Kampung Arab, awalnya adalah kampung yang tertutup. Tidak sembarang orang bisa masuk ke perkampungan ini, apalagi bertatap mata dengan perempuan-perempuan asli Kampung Al Munawar, sebab sudah menjadi budaya mereka untuk tidak bertemu dengan orang yang tidak satu keturunan.
Namun, sejak ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah, wisatawan pun mulai boleh masuk dan berkeliling di kampung yang usianya sudah ratusan tahun ini. Jika menggunakan mobil, Anda akan melalui pintu masuk sebuah gang kecil yang hanya muat satu mobil, lalu akan berujung di sebuah lapangan besar tempat memarkirkan kendaraan. Tiket masuk ke Kampung Al Munawar ini hanya Rp3.000 per orang, sudah termasuk biaya parkir.
Kampung Al Munawar
​Kampung Al Munawar juga bisa diakses melalui Sungai Musi, yakni menggunakan perahu dari dermaga di Benteng Kuto Besak. Jaraknya tak jauh, hanya sekitar 10 menit perjalanan. Sebuah masjid terapung yang terbuat dari kayu menyambut wisatawan yang datang melalui jalur sungai.
Di Kampung Al Munawar terdapat 18 bangunan—yang seluruhnya terbuat dari kayu, dan 8 bangunan di antaranya telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Bangunan yang tertua berada di dekat area parkiran, yaitu Rumah Gudang dengan usia lebih dari 300 tahun.
Di kampung ini tinggal 64 kepala keluarga yang merupakan generasi ke-7 dan ke-8 dari Abdurrahman Al Munawar, ketua pertama di kampung ini yang ditunjuk oleh pemerintah kolonial Belanda.
Aktivitas yang bisa dilakukan di kampung ini utamanya adalah wisata sejarah menelusuri bangunan-bangunan tua yang ada di tempat ini serta budaya yang melingkupinya. Selain itu, wisatawan juga bisa mencoba menikmati sajian khas Arab diiringi musik gambus—tentu dengan perjanjian terlebih dahulu dengan pengurus kampung agar disiapkan.
Jalan utama Kampung Almunawar
Jalan penghubung antara dermaga dengan lapangan utama di Kampung Al Munawar.
Bagi wisatawan yang hendak berkunjung ke kampung ini, sebaiknya datang sebelum sore hari karena setelah magrib semua penduduk harus berkumpul di musala untuk wirid dan mengaji. Kampung ini buka setiap hari bagi wisatawan, kecuali hari Jumat libur. Sayangnya, di kampung ini belum ada homestay bagi turis.
Irene Camelyn Sinaga, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan, mengatakan, Pemerintah Kota Palembang sedang memprioritaskan pembangunan di sepanjang Sungai Musi, salah satunya adalah pengembangan Kampung Al Munawar.
“Kami lebih mencoba menggarap kampung-kampung karena di sana tradisinya masih ada,” ujar Irene.
Rumah kampung almunawar

Sentral Songket Tuan Kentang


Tuan Kentang Penjual Kain Khas Palembang



Griya Kain Tuan Kentang
Palembang tidak hanya memiliki obyek wisata alam maupun wisata sejarah. Tak jauh dari Sungai Musi yang membelah Palembang, terdapat satu kampung yang isinya adalah para perajin kain, yaitu kampung Tuan Kentang.
Sejak awal tahun ini, Pemerintah Kota Palembang bekerja sama dengan Bank Indonesia menjadikan kampung ini sebagai destinasi wisata baru di Palembang dengan membangun sebuah galeri yang menampilkan kain-kain hasil karya penduduk setempat. Galeri bernama Griya Kain Tuan Kentang tersebut dibuka pada Februari 2017, dengan alamat di Jalan Aiptu A. Wahab RT 27, Lorong HMM, Tuan Kentang, Seberang Ulu 1.​
Rudy Hairudin, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Sumatera Selatan, mengatakan, galeri Griya Kain Tuan Kentang ini merupakan program binaan UMKM Bank Indonesia, dengan melibatkan sekitar 240 perajin kain di kampung ini.
Tuan kentang 3
“Ini merupakan bentuk kerja sama dengan Pemerintah Kota Palembang; tanahnya aset pemkot, kemudian dibangun oleh Bank Indonesia. Yang kami lakukan adalah pembinaan dan pendampingan, antara lain peningkatan kompetensi teknis tenun, serta kemampuan soft skill seperti manajemen, keuangan, pemasaran, hingga promosi di media sosial,” ujar Rudy.
Selain untuk meningkatkan perekonomian penduduk setempat, program binaan ini juga diharapkan dapat menaikkan rasa percaya diri para perajin kain sehingga level kain yang diciptakan pun menjadi naik. Di galeri Griya Kain Tuan Kentang ini, jenis kain yang dijual adalah kain Tajung, Jumputan, Blongsong, dan Songket. Harganya yang ditawarkan pun relatif murah, dari Rp100.000 hingga Rp500.000.
“Prioritasnya perajin di sini adalah Tajung dan Jumputan. Tajung itu kain tenun yang mirip dengan songket tapi ditenunnya dengan ATBM. Sementara itu, Jumputan itu kain yang diikat satu per satu dan prosesnya ada tujuh tahap dengan memakan waktu pembuatan sekitar 1 bulan,” ujar Habibi, Ketua Kelompok Perajin Griya Kain Tuan Kentang.
Habibi menambahkan, untuk motif kain khas Palembang yang populer adalah Bebek Setaman, Gajah Mada, Ubur-Ubur, Mawar, dan Cantik Manis.
Saat ini, omset dari Griya Kain Tuan Kentang telah mencapai Rp500 juta per bulannya. “Pembelinya kebanyakan wisatawan lokal dan tamu-tamu pemda,” ujar Rudy.
Ke depannya, Rudy akan memperluas bangunan Griya Kain Tuan Kentang ke arah belakang hingga mencapai dermaga Sungai Musi. Dengan demikian, nantinya galeri ini bisa diakses melalui jalan darat maupun menggunakan perahu dari Sungai Musi.
“Kami akan melakukan pendampingan hingga mereka mandiri, baru dilepas. Idealnya tiga tahun, maksimal lima tahun. Ketika sudah bisa dilepas, kita akan membina daerah lain,” ujar Rudy.

Pesona Sungai Musi

Tempat makan dipinggiran Sungai Musi


River side adalah sebuah resto terapung yang berada di kawasan Benteng Kuto Besak dan tepat ditepian Sungai Musi. Resto ini benar-benar dibangun terapung diatas peraian Sungai Musi. Jika makan disini tentunya kita akan mendapati pemandangan aktifitas sepanjang Sungai Musi dan juga dapat melihat Jembatan Ampera dengan leluasa. Karena itulah restoran ini banyak dimanfaatkan untuk menjamu tamu yang baru datang mengunjungi kota Palembang. Kita bisa memilih tempat makan tepat diatas bangunan kapal yang terapung dan bertingkat, atau kita juga bisa makan mengambil tempat di pinggiran sungai Musi. Semuanya sama enaknya. tapi bila makan malam disini, sebaiknya membawa jaket atau mantel karena anginnya kadang berhembus cukup kencang kalau malam. Dan bila ingin melihat warna warni lampu Jembata Ampera, datanglah kesini pada saat jam makan malam. Karena Jembatan Ampera akan terlihat indah sekali.

Menu makanan yang dihidangkan disini sebenarnya tidak ada yang benar-benar special karena kita bisa menjumpai banyak menu sejenis ditempat lainnya. tapi sekali lagi karena lokasinya benar-benar sangat menyenangkan, maka makanan apapun pastinya akan terasa enak masuk kedalam perut. Menu special yang sering saya pesan disini adalah keting keju. Keiting yang nikmat dengan saus dan rasa asin kejunya membuatnya terasa nikmat dilidah. Saya juga sering memesan salad disini dan rasanya juga sangat segar dan fresh. Aneka kepiting lainnya seperti kepiting saus tiram juga aneka ikan bakar dan seafood lainnya bisa kita pesan disini. rasanya juga enak. pokoknya makan disini kenyang mata dan kenyang perut...

Masjid ChengHo Kota Palembang

Masjid Cheng Ho, Simbol Palembang yang Multikultur

Berjalan ke arah selatan dari pusat Kota Palembang, tepatnya di Kompleks Perumahan Amin Mulia, Jakabaring, terdapat bangunan masjid berwarna terang dengan arsitektur yang kental akan nuansa Tiongkok. Masjid yang dibangun atas prakarsa Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Palembang ini bernama lengkap Masjid Al Islam Muhammad Cheng Ho.
Di awal keberadaannya, Masjid Cheng Ho Palembang dibangun dengan latar belakang untuk menjaga hubungan baik antara masyarakat keturunan Tionghoa dengan masyarakat Palembang pada umumnya, selain juga sebagai tempat untuk memperdalam ajaran agama Islam dan memperkenalkannya kepada masyarakat luas.
Digunakannya nama Cheng Ho juga bukan tanpa sebab, Cheng Ho dikenal sebagai panglima angkatan laut Tiongkok dari abad XV. Cheng Ho dipercaya memimpin ekspedisi perdagangan menyusuri wilayah nusantara dengan menggunakan armada yang sangat besar. Meski awalnya perjalanan yang dilakukan Cheng Ho merupakan ekspedisi perdagangan, namun secara tidak langsung dirinya turut memperkenalkan Islam di wilayah yang disinggahinya. Karena perilakunya yang baik dan membawa kedamaian, Cheng Ho mempunyai banyak pengikut.
Masjid Cheng Ho Palembang berukuran sekitar 20x20 meter dibangun di atas tanah seluas 4.990 m2. Tanah tersebut merupakan tanah hibah yang diberikan oleh Gubernur Provinsi Sumatera Selatan kala itu, Syahrial Oesman. Dalam pembangunannya, Masjid Cheng Ho dilengkapi dengan dua menara yang masing-masing diberi nama Habluminallah dan Hambluminannas. Sementara di bagian bawah menara terdapat tempat wudhu yang berukuran 4x4 meter.
Kedua menara Masjid Cheng Ho Palembang memiliki 5 tingkat yang melambangkan jumlah 5 shalat yang dilakukan dalam sehari. Tinggi menara mencapai 17 meter, angka tersebut merupakan simbol dari jumlah rakaat yang perlu dikerjakan oleh setiap muslim dalam sehari. Sementara di bagian luar menara dibubuhi ornamen khas Palembang berupa tanduk kambing. Penggunaan ornamen khas tersebut bukan tanpa sebab, selain karena Masjid Cheng Ho ini dibangun di tanah Palembang, masyarakat juga menyadari adanya kedekatan antara kebudayaan Palembang dengan kebudayaan Tionghoa.
Masuk lebih ke dalam, pengunjung akan mendapati warna dominan merah, warna yang identik dengan kebudayaan Tiongoa. Arsitektur Tionghoa juga terlihat dari daun pintu yang terdapat pada pintu utama masjid. Pancang-pancang dan ornamen pagar pembatas di bagian atas makin mempercantik tampilan interior masjid yang kental akan nuansa Tionghoa. Secara keseluruhan bangunan masjid ini mampu menampung sekitar 500 jamaah.
Keberadaan Masjid Cheng Ho di Palembang bukan sekadar untuk mengkhultuskan Cheng Ho sebagai seorang tokoh muslim Tiongkok. Lebih dari itu, nama Cheng Ho diharapkan mampu menyadarkan kita akan arti penting meneladani apa yang sudah dilakukannya, yaitu menyebar kedamaian kepada siapapun yang ditemuinya. [AhmadIbo/IndonesiaKaya]

Jakabaring Sport City

Jakabaring Sport City (JSC) Palembang


Kompleks Jakabaring Sport City (JSC) di Palembang, Sumatra Selatan, akan menghelat sejumlah event pertandingan Asian Games 2018. Berada di atas lahan seluas 325 hektar, kompleks olahraga ini sebelumnya pernah menjadi tuan rumah PON XVI 2004 dan SEA Games XXVI 2011. Dan, kini JSC dipercaya untuk menggelar perhelatan akbar Asian Games 2018.
JSC awalnya hanya terdiri dari Stadion Gelora Sriwijaya berkapasitas 40.000 kursi serta dua Gelanggang Olah Raga (GOR) yakni GOR Dempo dan GOR Ranau. Pengembangan sarana dan prasarana kemudian dilakukan ketika Palembang menyambut SEA Games 2011. JSC pun kembali bersolek saat Palembang resmi ditunjuk bersama Jakarta menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asian Games 2018.

JSC kini tidak hanya terdiri dari Stadion Gelora Sriwijaya, GOR Ranau, dan GOR Dempo. Sejumlah fasilitas lainnya seperti wisma atlet, lintasan atletik, lapangan tenis, arena akuatik, stadion menembak, dan venue olahraga lainnya telah hadir di JSC. Berikut rincian venue-venue di JSC Palembang yang siap menyambut pesta akbar Asian Games 2018.



• BOWLING ARENA JSC
- Arena berada di lahan seluas 2,5 hektare.
- Lintasan sebanyak 40 line.
- Fasilitas teknologi bowling lane AMF.
- Fasilitas Pendukung: lokasi parkir dan kantin.
- Cabor pertandingan: Boling (22-27 Agustus)


• DANAU JAKABARING JSC
- Arena danau seluas 68,8 hektare.
- Lintasan dayung: panjang 2,2 km, lebar 200 m, kedalaman 5-6 m.
- Tribun penonton 2.500 orang.
- Fasilitas Pendukung: rumah dayung, food house, menara finis, lahan parkir, pontoon, building rowing tank, building ergometer.
- Cabor Pertandingan: Rowing (19 - 24 Agustus), Dayung Canoe/Kayak (25 Agustus - 1 September), Triathlon (31 Agustus - 2 September)

• ARENA ROLLER JSC
- Tahun pendirian: 2011
- Desain arena standar Dewan Olimpiade Asia (OCA).
- Cabor Pertandingan: Skateboard (28-29 Agustus), Roller Skate (31 Agustus)

• HALL RANAU JSC
- Tahun pendirian: 2004.
- Luas arena 1.939 m2.
- Kapasitas penonton 1.976 orang dengan 600 kursi tribun.
- Fasilitas: pendingin ruangan berkekuatan 200 PK, lampu penerangan ruangan, peredam suara.
- Fasilitas Pendukung: Ruang Panitia, Ruang VIP, Ruangan Media Center, Ruang Delegasi Teknik, Toilet.
- Cabor Pertandingan: Sepak Takraw (19 Agustus - 1 September)

• LAPANGAN TEMBAK JSC
- Tahun Pendirian: 2010.
- Luas Arena 9 hektare.
- Venue tembak jarak 600 meter dan running target.
- Alat pencatat skor digital Omega Swiss Timing.
- Tribun penonton VIP khusus tamu negara.
- Fasilitas Pendukung: Ruang Atlet, Ruang Wasit, Media Center, Ruang Ofisial, Toilet, Pelataran Parkir.
- Cabor Pertandingan: Tembak (19-26 Agustus)

• ARENA PANJAT TEBING JSC
- Fasilitas: lampu penerangan, timer, sound system, tribun.
- Fasilitas Pendukung: Gudang, Ruang Atlet, Ruang VVIP, Ruang Medis.
- Cabor Pertandingan: Panjat Tembing (23-27 Agustus)

• LAPANGAN TENIS JSC
- Tahun Pendirian: 2010.
- Lapangan: 12 lapangan pertandingan, 6 lapangan latihan.
- Kapasitas: 2000 orang.
- Desain lapangan standar ITF.
- Fasilitas Pendukung: Ruang Ganti, Toilet.
- Cabor Pertandingan: Tenis (19-25 Agustus), Soft Tenis (28 Agustus - 1 September)

• ARENA VOLI PANTAI JSC
- Tahun Pendirian: 2011.
- Luas Arena: 8 hektare.
- Lapangan: 5 lapangan tanding, 2 lapangan latihan.
- Tribun Penonton: 2.500 kursi.
- Pasir putih sebanyak 2.300 meter kubik.
- Fasilitas: center court, tiang dan net, scoring board digital, court TV.
- Fasilitas Pendukung: Ruang Wasit, Ruang Kesehatan, Media Center.
- Cabor Pertandingan: Voli Pantai (19-28 Agustus)